“Ran, kamu sendirian?” kata Rangga
basa-basi.
“Iya.” Jawab Kirana pendek.
“Boleh aku antar kamu pulang, ini sudah mau sore.” Kata Rangga lagi.
“Duh, apa sih maunya ini anak, aneh banget wataknya ganti-ganti.” Gumam Kirana,
“ada sesuatu yang aku mau bicarakan ke kamu.” Kata Rangga tiba-tiba dan membuat Kirana kaget
. Karena penasaran, ia memutuskan untuk menerima tawaran Rangga pulang bersama. Ia yakin Rangga tidak akan berbuat macam-macam, karena dulu pertama kali pulang sekolah ia juga pernah mengantarkannya pulang.
“Iya.” Jawab Kirana pendek.
“Boleh aku antar kamu pulang, ini sudah mau sore.” Kata Rangga lagi.
“Duh, apa sih maunya ini anak, aneh banget wataknya ganti-ganti.” Gumam Kirana,
“ada sesuatu yang aku mau bicarakan ke kamu.” Kata Rangga tiba-tiba dan membuat Kirana kaget
. Karena penasaran, ia memutuskan untuk menerima tawaran Rangga pulang bersama. Ia yakin Rangga tidak akan berbuat macam-macam, karena dulu pertama kali pulang sekolah ia juga pernah mengantarkannya pulang.
Tetapi Kirana heran karena saat hampir
tiba di daerah Pondok Indah, Rangga malah membelokkan mobilnya kearah lain,
“Ngga kita mau kemana nih? Aku mau pulang bukannya main.” Kata Kirana bingung,
Rangga hanya diam dan terus melajukan mobilnya. Akhirnya mobil baru berhenti di kawasan taman hijau di dekat area sebuah sekolah yang jauh dari rumah Kirana. Rangga turun dari mobil dan beranjak pergi. Karena bingung, kesal, dan jengkel karena ditinggal, Kirana terpaksa ikut turun untuk meminta penjelasan Rangga.
“Mau ngapain kita kesini?” Tanya Kirana saat mereka sudah duduk disebuah bangku di bawah pohon. Teduh sekali suasananya.
“Kamu suka tempat ini?” Tanya Rangga tanpa memperdulikan pertanyaan Kirana barusan, ia menatap wajah Kirana dengan tajam dan membuat Kirana grogi.
“Suka sih, tapi bukan begini caranya. Bilang dulu dong daritadi kalau kamu mau ajak aku mampir kesini.” Jawab Kirana sambil melancarkan protes.
“Iya maaf, dulu aku sering banget datang kesini.” Kata Rangga pelan.
“Kamu kesini sendirian?” Tanya Kirana.
“Enggak, sama…” Rangga tidak melanjutkan kata-katanya, dia menunduk.
“Sama siapa? Pacar kamu?” Kirana nekat menanyakan hal tersebut. Ya tempat ini memang tempat yang cocok banget untuk kawula muda menjalin cinta, tempatnya sangat romantis dan teduh sekali, jadi mungkin saja Rangga pernah kesini bersama kekasihnya. Tetapi yang membuat Kirana heran adalah apakah Rangga mempunyai kekasih dan siapa yang menjadi kekasih Rangga itu.
“Ngga kita mau kemana nih? Aku mau pulang bukannya main.” Kata Kirana bingung,
Rangga hanya diam dan terus melajukan mobilnya. Akhirnya mobil baru berhenti di kawasan taman hijau di dekat area sebuah sekolah yang jauh dari rumah Kirana. Rangga turun dari mobil dan beranjak pergi. Karena bingung, kesal, dan jengkel karena ditinggal, Kirana terpaksa ikut turun untuk meminta penjelasan Rangga.
“Mau ngapain kita kesini?” Tanya Kirana saat mereka sudah duduk disebuah bangku di bawah pohon. Teduh sekali suasananya.
“Kamu suka tempat ini?” Tanya Rangga tanpa memperdulikan pertanyaan Kirana barusan, ia menatap wajah Kirana dengan tajam dan membuat Kirana grogi.
“Suka sih, tapi bukan begini caranya. Bilang dulu dong daritadi kalau kamu mau ajak aku mampir kesini.” Jawab Kirana sambil melancarkan protes.
“Iya maaf, dulu aku sering banget datang kesini.” Kata Rangga pelan.
“Kamu kesini sendirian?” Tanya Kirana.
“Enggak, sama…” Rangga tidak melanjutkan kata-katanya, dia menunduk.
“Sama siapa? Pacar kamu?” Kirana nekat menanyakan hal tersebut. Ya tempat ini memang tempat yang cocok banget untuk kawula muda menjalin cinta, tempatnya sangat romantis dan teduh sekali, jadi mungkin saja Rangga pernah kesini bersama kekasihnya. Tetapi yang membuat Kirana heran adalah apakah Rangga mempunyai kekasih dan siapa yang menjadi kekasih Rangga itu.
Tanpa ia duga, Rangga mengangguk, ia
mulai bercerita.
“Sewaktu kelas sepuluh, aku memiliki seorang pacar. Namanya Jesica. Sekolahnya ada di dekat sini, yang tadi kita lewati. Dia baik, cantik, supel. Aku nyaman sama dia, karena dia beda banget dari yang lain.ngga seperti temannya kebanyakan. Aku sangat selektif dan ngga asal dalam memilih. Akhirnya jodoh yang mempertemukan kita. Aku baru sadar kalau saat itu aku jatuh cinta.” Begitu mendengar penjelasan Rangga, jantung Kirana berdetak kencang. Kata-kata itu sama dengan yang pernah dilontarkan Rangga sewaktu di perpustakaan yang menjadi pertanyaan besar dalam pikiran Kirana. “Lalu dia dimana sekarang? Kok ngga kamu ajak kesini. Kamu malah ngajak aku.” Tanya Kirana.
“Beberapa bulan sebelum kenaikan kelas, dia sakit, lalu ngga lama meninggal. Aku sedih banget. Aku rahasiain ini semua ke anak-anak di sekolah, aku ngga mau mereka tau. Maka dari itu kamu jangan kasih tau siapa-siapa juga. Aku mohon banget Ran.” Kata Rangga dengan suara sangat lembut dan mnggetarkan hati Kirana. Dia tambah bertanya-tanya.
“Kenapa kamu malah cerita ke aku? Kamu ngga takut kalau rahasia kamu terbongkar ditangan aku? Dan kenapa kata-kata itu sama dengan yang pernah kamu lontarin ke aku dulu? Aku pikir saat itu kamu cuma menggertak aku, tapi ternyata…” Kirana tidak dapat melanjutkan bicaranya karena Rangga memegang tangannya erat.
“Karena melihat kamu, aku seperti melihat bayangan Jesica. Kamu mirip sekali dengan dia. Kamu baik, mau berteman dengan siapapun, seperti saat Nico ngajak kamu kenalan dulu. Kamu beda, ngga seperti cewek lain yang suka cari perhatian, kamu supel dan berani melawan orang yang belum kamu kenal dekat seperti aku. Dan…sebenarnya aku suka sama kamu, suka sedari dulu, jauh sebelum kamu dekat dan jadian dengan Nico.” Kata Rangga panjang lebar sambil terus memegang tangan Kirana. Kirana tambah grogi, ia bingung ingin menjawab apa. Perasaannya bercampur aduk.
“Kamu mirip dengan Jesica, aku ingin mengobati cintaku yang hilang dulu. Aku ingin mengobati cintaku ini dengan mencintaimu, Ran.” Lanjutnya.
“Sewaktu kelas sepuluh, aku memiliki seorang pacar. Namanya Jesica. Sekolahnya ada di dekat sini, yang tadi kita lewati. Dia baik, cantik, supel. Aku nyaman sama dia, karena dia beda banget dari yang lain.ngga seperti temannya kebanyakan. Aku sangat selektif dan ngga asal dalam memilih. Akhirnya jodoh yang mempertemukan kita. Aku baru sadar kalau saat itu aku jatuh cinta.” Begitu mendengar penjelasan Rangga, jantung Kirana berdetak kencang. Kata-kata itu sama dengan yang pernah dilontarkan Rangga sewaktu di perpustakaan yang menjadi pertanyaan besar dalam pikiran Kirana. “Lalu dia dimana sekarang? Kok ngga kamu ajak kesini. Kamu malah ngajak aku.” Tanya Kirana.
“Beberapa bulan sebelum kenaikan kelas, dia sakit, lalu ngga lama meninggal. Aku sedih banget. Aku rahasiain ini semua ke anak-anak di sekolah, aku ngga mau mereka tau. Maka dari itu kamu jangan kasih tau siapa-siapa juga. Aku mohon banget Ran.” Kata Rangga dengan suara sangat lembut dan mnggetarkan hati Kirana. Dia tambah bertanya-tanya.
“Kenapa kamu malah cerita ke aku? Kamu ngga takut kalau rahasia kamu terbongkar ditangan aku? Dan kenapa kata-kata itu sama dengan yang pernah kamu lontarin ke aku dulu? Aku pikir saat itu kamu cuma menggertak aku, tapi ternyata…” Kirana tidak dapat melanjutkan bicaranya karena Rangga memegang tangannya erat.
“Karena melihat kamu, aku seperti melihat bayangan Jesica. Kamu mirip sekali dengan dia. Kamu baik, mau berteman dengan siapapun, seperti saat Nico ngajak kamu kenalan dulu. Kamu beda, ngga seperti cewek lain yang suka cari perhatian, kamu supel dan berani melawan orang yang belum kamu kenal dekat seperti aku. Dan…sebenarnya aku suka sama kamu, suka sedari dulu, jauh sebelum kamu dekat dan jadian dengan Nico.” Kata Rangga panjang lebar sambil terus memegang tangan Kirana. Kirana tambah grogi, ia bingung ingin menjawab apa. Perasaannya bercampur aduk.
“Kamu mirip dengan Jesica, aku ingin mengobati cintaku yang hilang dulu. Aku ingin mengobati cintaku ini dengan mencintaimu, Ran.” Lanjutnya.
Mendengar ucapan Rangga yang terakhir,
Kirana kaget bukan main. Ia merasa Rangga menjadikannya hanya sebagai
pelampiasan dari Jesica, ia berpikir Rangga mencintai Kirana karena Jesica.
“Kamu nggak serius suka sama aku kan, Ngga. Di dalam hatimu masih ada Jesica, dan aku ngga mau dijadikan pelampiasan!” seru Kirana sambil melepaskan genggaman tangan Rangga.
“Ran bukan itu maksudku, kamu belum paham, tunggu dulu Ran!” teriak Rangga, namun Kirana sudah berlari meninggalkan Rangga. Ia menangis karena tidak kuat dan kaget dengan peristiwa yang dialaminya. Sementara Rangga masih terduduk di bangku taman itu, sendirian.
“Kamu belum mengerti, Kirana.” Batinnya.
“Kamu nggak serius suka sama aku kan, Ngga. Di dalam hatimu masih ada Jesica, dan aku ngga mau dijadikan pelampiasan!” seru Kirana sambil melepaskan genggaman tangan Rangga.
“Ran bukan itu maksudku, kamu belum paham, tunggu dulu Ran!” teriak Rangga, namun Kirana sudah berlari meninggalkan Rangga. Ia menangis karena tidak kuat dan kaget dengan peristiwa yang dialaminya. Sementara Rangga masih terduduk di bangku taman itu, sendirian.
“Kamu belum mengerti, Kirana.” Batinnya.
Paginya, Kirana tidak masuk sekolah.
Kemarin sore ia berjalan tidak tentu arah sambil menangis karena terus
terngiang ucapan Rangga, akhirnya ia kehujanan. Biarpun sudah berusaha berlari
kencang menuju rumah, badannya tetap basah kuyup dan akhirnya sakit.
Siangnya, Nindy datang menjenguk Kirana
dirumahnya sambil membawa sekantong apel.
“Ini dari Nico, Ran. Dia bilang ngga bisa ikut jenguk kamu. Tapi dia titip salam buat kamu.” Kata Nindy di kamar Kirana.
“Iya Nin, makasih ya. Oh iya aku mau cerita sesuatu ke kamu.” Balas Kirana.
Lalu Kirana menceritakan semua kejadian kemarin kepada Nindy, juga cerita bahwa Rangga dulu sudah pernah punya kekasih. Sebenarnya ia berjanji tidak akan membicarakan hal ini, tetapi ia kemudian yakin bahwa Nindy tidak akan membocorkan hal tersebut kepada orang lain.
“Kamu jangan salah sangka dulu. Benar kan apa yang aku duga, Rangga itu suka sama kamu, itu kelihatan dari sikapnya kepada kamu. Secuek apapun Rangga tapi dia masih menyimpan perasaan yang lain ke kamu.” Terang Nindy.
“Bagaimana kamu bisa bilang kalau Rangga itu cuek tapi punya rasa ke aku?” Tanya Kirana. “Kan sejak kelas sepuluh aku sekelas sama dia.” Jawab Nindy.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, matanya langsung berbinar.
“Ran! Aku tau, kenapa kita ngga tanya ke Andi aja, dia itu teman dekat Rangga pas kelas sepuluh, satu tim basket pula. Dulu Andi juga pernah punya pacar cewek yang satu sekolah dengan si Jesica itu.” Kata Nindy
. “Andi siapa? Memang Andi tau masalah Rangga dan Jesica?” Tanya Kirana bingung.
“Andi anak basket, kelas XI IPS 1. Rangga itu deket banget sama dia, pastinya ia sering cerita dong ke Andi. Dan Andi juga pernah punya pacar di kelas sepuluh dulu.” Jawab Nindy.
Hati Kirana sedikit senang mendengar pernyatan Nindy tersebut. Ia yakin akan dapat menemukan jawaban atas permasalahan ini.
“Ran, kamu jujur deh ke aku, sebenarnya kamu punya perasaan yang sama ngga sih seperti perasaan Rangga ke kamu? Aku lihat kamu terlalu cemas memikirkan masalah ini. Siapa tau kamu bisa menemukan obat buat penawar rasa sakit Rangga karena kehilangan Jesica.” Kata Nindy sebelum pulang ke rumahnya.
“Aku tidak tau.” Gumam Kirana didalam hati. Namun ia malah menjadi gelisah.
“Ini dari Nico, Ran. Dia bilang ngga bisa ikut jenguk kamu. Tapi dia titip salam buat kamu.” Kata Nindy di kamar Kirana.
“Iya Nin, makasih ya. Oh iya aku mau cerita sesuatu ke kamu.” Balas Kirana.
Lalu Kirana menceritakan semua kejadian kemarin kepada Nindy, juga cerita bahwa Rangga dulu sudah pernah punya kekasih. Sebenarnya ia berjanji tidak akan membicarakan hal ini, tetapi ia kemudian yakin bahwa Nindy tidak akan membocorkan hal tersebut kepada orang lain.
“Kamu jangan salah sangka dulu. Benar kan apa yang aku duga, Rangga itu suka sama kamu, itu kelihatan dari sikapnya kepada kamu. Secuek apapun Rangga tapi dia masih menyimpan perasaan yang lain ke kamu.” Terang Nindy.
“Bagaimana kamu bisa bilang kalau Rangga itu cuek tapi punya rasa ke aku?” Tanya Kirana. “Kan sejak kelas sepuluh aku sekelas sama dia.” Jawab Nindy.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, matanya langsung berbinar.
“Ran! Aku tau, kenapa kita ngga tanya ke Andi aja, dia itu teman dekat Rangga pas kelas sepuluh, satu tim basket pula. Dulu Andi juga pernah punya pacar cewek yang satu sekolah dengan si Jesica itu.” Kata Nindy
. “Andi siapa? Memang Andi tau masalah Rangga dan Jesica?” Tanya Kirana bingung.
“Andi anak basket, kelas XI IPS 1. Rangga itu deket banget sama dia, pastinya ia sering cerita dong ke Andi. Dan Andi juga pernah punya pacar di kelas sepuluh dulu.” Jawab Nindy.
Hati Kirana sedikit senang mendengar pernyatan Nindy tersebut. Ia yakin akan dapat menemukan jawaban atas permasalahan ini.
“Ran, kamu jujur deh ke aku, sebenarnya kamu punya perasaan yang sama ngga sih seperti perasaan Rangga ke kamu? Aku lihat kamu terlalu cemas memikirkan masalah ini. Siapa tau kamu bisa menemukan obat buat penawar rasa sakit Rangga karena kehilangan Jesica.” Kata Nindy sebelum pulang ke rumahnya.
“Aku tidak tau.” Gumam Kirana didalam hati. Namun ia malah menjadi gelisah.
Saat jam istirahat sekolah keesokan
harinya, Kirana dan Nindy bertemu dengan Andi di belakang kantin sekolah secara
diam-diam. Malam sebelumnya Nindy sudah mengirim SMS ke Andi untuk berbicara
suatu hal dan berjanji tidak akan membocorkan ke siapapun. Dan saat mereka
bertemu dan menanyakan langsung ke Andi, ternyata jawabannya sangat
mengejutkan.
“Iya bener, Jesica itu pacar Rangga, tetapi sudah meninggal. Sebagai temen, aku juga ikut merasakan kehilangan yang amat dalam. Begitu melihat kamu Ran, aku bisa melihat aura Jesica seperti ada di kamu. Sifatmu sama persis dengan apa yang udah Rangga ceritain ke kamu. Kamu itu obat penawar buat cinta Rangga, kamu bisa mengobati cinta Rangga dengan cinta tulus kamu ke dia. Kamu juga suka sama Rangga kan Ran? Kamu antusias banget buat cari tau masalah ini ke aku. Kamu salah paham Ran, Rangga bukannya mau jadiin kamu pelampiasan, tetapi memang Rangga tulus mencintai kamu. Ia ngga pernah bersikap setengah-setengah. Ia hanya akan memberikan perhatian khusus buat cewek yang bener-bener ia sayang. Selebihnya, Rangga cuma menganggap anak-anak cewek lain sebagai teman biasa, ngga lebih. Karena perhatiannya udah tercurahkan ke kamu. Meski wataknya yang cuek itu. Aku yakin ada sisi baik yang udah pernah kamu dapatkan dari Rangga.” Jelas Andi
. Air mata Kirana langsung meleleh di pipi, ia bingung dengan perasaannya sekarang. Rangga itu baik, meski ia menunjukkan kebaikan itu melalui sikapnya yang cuek. Kirana sering bergetar hatinya jika berbicara dengan Rangga. Lalu apakah mungkin…?
“Iya bener, Jesica itu pacar Rangga, tetapi sudah meninggal. Sebagai temen, aku juga ikut merasakan kehilangan yang amat dalam. Begitu melihat kamu Ran, aku bisa melihat aura Jesica seperti ada di kamu. Sifatmu sama persis dengan apa yang udah Rangga ceritain ke kamu. Kamu itu obat penawar buat cinta Rangga, kamu bisa mengobati cinta Rangga dengan cinta tulus kamu ke dia. Kamu juga suka sama Rangga kan Ran? Kamu antusias banget buat cari tau masalah ini ke aku. Kamu salah paham Ran, Rangga bukannya mau jadiin kamu pelampiasan, tetapi memang Rangga tulus mencintai kamu. Ia ngga pernah bersikap setengah-setengah. Ia hanya akan memberikan perhatian khusus buat cewek yang bener-bener ia sayang. Selebihnya, Rangga cuma menganggap anak-anak cewek lain sebagai teman biasa, ngga lebih. Karena perhatiannya udah tercurahkan ke kamu. Meski wataknya yang cuek itu. Aku yakin ada sisi baik yang udah pernah kamu dapatkan dari Rangga.” Jelas Andi
. Air mata Kirana langsung meleleh di pipi, ia bingung dengan perasaannya sekarang. Rangga itu baik, meski ia menunjukkan kebaikan itu melalui sikapnya yang cuek. Kirana sering bergetar hatinya jika berbicara dengan Rangga. Lalu apakah mungkin…?
Tiba-tiba Rangga lewat di hadapan
mereka. Ekspresinya datar, sepertinya belum tau kalau Kirana sedang menangis.
“Rangga!” seru Kirana saat Rangga hendak beranjak pergi.
angga menoleh, ia terkaget melihat mata sembab Kirana. Nindy dan Andi sadar, lalu mereka pergi agar Kirana dapat lebih leluasa berbicara.
“Aku mau minta maaf ke kamu. Aku sudah salah paham kemarin.” Kata Kirana pelan.
Rangga menunduk.
“Nggak seharusnya kamu menangis seperti ini, Ran. Apalagi karena aku, aku minta maaf ya.” Kata Rangga.
Ekspresinya berubah lembut. Kirana yang memandang merasa tersentuh hatinya. Air matanya kembali membasahi pipi.
“Aku tau, kamu membutuhkan obat buat menyembuhkan cinta lama kamu. Dan aku menghargai perasaanmu ke aku, Ngga. Kamu sudah berusaha memberikan yang terbaik untukku, biarpun kamu selama ini menyembunyikan perasaanmu itu. Sebenarnya aku…” belum selesai Kirana berbicara, Nico memanggilnya.
Ia datang dan kaget karena melihat Kirana menangis.
“Hei kamu apain pacar aku?!” bentak Nico sambil mendorong bahu Rangga.
“em..aku..” jawab Rangga terbata.
“Sudahlah Nic, ngga perlu marah seperti itu. Aku ngga apa-apa. Ayo pergi saja.” Ajak Kirana.
Mereka akhirnya pergi meninggalkan Rangga yang masih bertanya-tanya mengenai kalimat Kirana yang belum selesai dibicarakan tadi. Sementara Nico masih menyimpan emosinya kepada Rangga, ia marah besar.
“Rangga!” seru Kirana saat Rangga hendak beranjak pergi.
angga menoleh, ia terkaget melihat mata sembab Kirana. Nindy dan Andi sadar, lalu mereka pergi agar Kirana dapat lebih leluasa berbicara.
“Aku mau minta maaf ke kamu. Aku sudah salah paham kemarin.” Kata Kirana pelan.
Rangga menunduk.
“Nggak seharusnya kamu menangis seperti ini, Ran. Apalagi karena aku, aku minta maaf ya.” Kata Rangga.
Ekspresinya berubah lembut. Kirana yang memandang merasa tersentuh hatinya. Air matanya kembali membasahi pipi.
“Aku tau, kamu membutuhkan obat buat menyembuhkan cinta lama kamu. Dan aku menghargai perasaanmu ke aku, Ngga. Kamu sudah berusaha memberikan yang terbaik untukku, biarpun kamu selama ini menyembunyikan perasaanmu itu. Sebenarnya aku…” belum selesai Kirana berbicara, Nico memanggilnya.
Ia datang dan kaget karena melihat Kirana menangis.
“Hei kamu apain pacar aku?!” bentak Nico sambil mendorong bahu Rangga.
“em..aku..” jawab Rangga terbata.
“Sudahlah Nic, ngga perlu marah seperti itu. Aku ngga apa-apa. Ayo pergi saja.” Ajak Kirana.
Mereka akhirnya pergi meninggalkan Rangga yang masih bertanya-tanya mengenai kalimat Kirana yang belum selesai dibicarakan tadi. Sementara Nico masih menyimpan emosinya kepada Rangga, ia marah besar.
Siangnya, saat jam pulang sekolah, Nico
sengaja meminta Kirana pulang duluan, ia ada urusan. Namun Kirana tidak
mengetahui bahwa ternyata Nico memiliki urusan dengan Rangga, ia ingin
melampiaskan kemarahannya saat jam istirahat tadi dengan Rangga. Selama ini
Nico orangnya memang pendendam, namun Kirana tidak mengetahuinya, ia pun
memutuskan untuk mengajak Nindy mampir ke toko buku sebelum pulang ke rumah.
Di tengah jalan menuju rumah, mobil
Rangga diberhentikan oleh Nico dan teman-teman gengnya, Rangga dikeroyok habis-habisan
oleh gerombolan Nico. Satu lawan banyak membuat Rangga tidak bisa melawan,
akhirnya muka dan tubuhnya penuh oleh memar bekas pukulan. Saat itu tanpa
diduga, Kirana dan Nindy lewat di jalan tersebut, mereka naik taksi. Kirana
yang kaget melihat ulah Nico sangat marah, ia langsung turun dari taksi dan
menampar wajah Nico.
“Nggak nyangka Nic, kamu itu sifatnya sama kayak preman, aku kecewa sama kamu!” seru Kirana.
“Ran, ini semua demi kamu. Tadi dia sudah buat kamu menangis, seharusnya kamu tau kalau ini demi kamu.” Jawab Nico.
“Tapi kamu nggak ngerti kan masalahnya kayak gimana, jangan langsung main hakim sendiri dong, aku nggak suka sama orang yang pendendam.” Kata Kirana dengan nada tinggi.
“Terus mau kamu itu apa? Udah untung aku belain kamu! Kamu lebih milih belain dia dan nyalahin aku!” bentak Nico dan mendorong tubuh Kirana kasar, mukanya memerah.
“Terserah mau kamu apa Nic, aku ngga mau memperpanjang urusan ini. Aku mau hubungan kita selesai.” Kata Kirana.
Ia menghentikan perdebatan, memilih untuk menolong Rangga yang lemah ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Rangga langsung ditolong oleh dokter, ia harus menjalani opname.
“Nggak nyangka Nic, kamu itu sifatnya sama kayak preman, aku kecewa sama kamu!” seru Kirana.
“Ran, ini semua demi kamu. Tadi dia sudah buat kamu menangis, seharusnya kamu tau kalau ini demi kamu.” Jawab Nico.
“Tapi kamu nggak ngerti kan masalahnya kayak gimana, jangan langsung main hakim sendiri dong, aku nggak suka sama orang yang pendendam.” Kata Kirana dengan nada tinggi.
“Terus mau kamu itu apa? Udah untung aku belain kamu! Kamu lebih milih belain dia dan nyalahin aku!” bentak Nico dan mendorong tubuh Kirana kasar, mukanya memerah.
“Terserah mau kamu apa Nic, aku ngga mau memperpanjang urusan ini. Aku mau hubungan kita selesai.” Kata Kirana.
Ia menghentikan perdebatan, memilih untuk menolong Rangga yang lemah ke rumah sakit. Sesampainya di sana, Rangga langsung ditolong oleh dokter, ia harus menjalani opname.
“Makasih Ran, kamu udah nolongin aku.
Sampai bertengkar dengan Nico.” Kata Rangga di tempat tidur saat dijenguk oleh
Kirana dan Nindy.
“Iya ngga apa-apa, sekarang aku jadi tau watak Nico yang sebenarnya. Aku ngga suka basa-basi, jadi aku memilih langsung putus dengan dia.” Jawab Kirana.
“Iya bener Ran, aku juga jadi tau kalau Nico baik di depan, tapi dalam hatinya kasar banget.” Sahut Nindy. “Oh iya Rangga, tadi Kirana panik banget lho, sampai nanyain kamu terus ke dokter. Ciee.” Lanjut Nindy membuat Kirana malu.
“Iya ngga apa-apa, sekarang aku jadi tau watak Nico yang sebenarnya. Aku ngga suka basa-basi, jadi aku memilih langsung putus dengan dia.” Jawab Kirana.
“Iya bener Ran, aku juga jadi tau kalau Nico baik di depan, tapi dalam hatinya kasar banget.” Sahut Nindy. “Oh iya Rangga, tadi Kirana panik banget lho, sampai nanyain kamu terus ke dokter. Ciee.” Lanjut Nindy membuat Kirana malu.
Rangga hanya tersenyum, ada hal yang
masih mengganjal dihatinya, dan ia ingin menanyakan hal tersebut ke Kirana. Nindy
yang sadar gelagat segera pergi meninggalkan mereka berdua dengan beralasan
ingin ke kamar mandi.
Akhirnya tinggal Rangga dan Kirana di
ruangan itu. Mereka saling bertatapan mata.
“Ran, aku minta maaf kalau selama ini aku sering cuek sama kamu. Seperti yang aku bilang ke kamu dulu, aku sayang sama kamu, aku sudah menceritakan semuanya, dan kamu bisa menjadi obat buat cinta aku Ran. Apa kamu mau?” Kata Rangga.
Wajah Kirana memerah, ia menahan tangis. Apalagi Rangga memegang tangannya dengan sangat erat.
“Rangga, tadi di kantin aku belum selesai bicara. Dari awal, aku tau kalau kamu bersikap kurang baik ke aku. Tapi entah kenapa dan karena apa, aku punya perasaan yang lain ke kamu. Maafin aku juga karena aku sering menentang kamu. Di balik semua itu, aku baru sadar, selama ini aku juga memiliki perasaan, aku juga sayang sama kamu…” Kata Kirana. Rangga tersenyum, ia lalu memaksakan diri bangkit dari tempat tidur dan memeluk erat tubuh Kirana.
“Aku bisa menjadi obat untuk mengobati cinta kamu dulu, Ngga. Kamu dan aku bisa membuka lembaran baru bersama.” Ucap Kirana.
“Aku janji Ran, akan memberikan yang terbaik buat kamu. Semua hanya untukmu, kamu selamanya. Karena aku ingin agar kita selalu bersama.” Kata Rangga. Pelukan mereka semakin erat.
“Ran, aku minta maaf kalau selama ini aku sering cuek sama kamu. Seperti yang aku bilang ke kamu dulu, aku sayang sama kamu, aku sudah menceritakan semuanya, dan kamu bisa menjadi obat buat cinta aku Ran. Apa kamu mau?” Kata Rangga.
Wajah Kirana memerah, ia menahan tangis. Apalagi Rangga memegang tangannya dengan sangat erat.
“Rangga, tadi di kantin aku belum selesai bicara. Dari awal, aku tau kalau kamu bersikap kurang baik ke aku. Tapi entah kenapa dan karena apa, aku punya perasaan yang lain ke kamu. Maafin aku juga karena aku sering menentang kamu. Di balik semua itu, aku baru sadar, selama ini aku juga memiliki perasaan, aku juga sayang sama kamu…” Kata Kirana. Rangga tersenyum, ia lalu memaksakan diri bangkit dari tempat tidur dan memeluk erat tubuh Kirana.
“Aku bisa menjadi obat untuk mengobati cinta kamu dulu, Ngga. Kamu dan aku bisa membuka lembaran baru bersama.” Ucap Kirana.
“Aku janji Ran, akan memberikan yang terbaik buat kamu. Semua hanya untukmu, kamu selamanya. Karena aku ingin agar kita selalu bersama.” Kata Rangga. Pelukan mereka semakin erat.
Semburat senyum menghiasi wajah dua
insan yang sedang penuh cinta tersebut. Secuek dan setidak peduli apapun
sesorang pasti akan luluh oleh cinta tulus yang berasal dari hati. Kirana
bagaikan obat penawar yang ampuh. Dan Rangga telah mengobati cintanya dengan
cinta. Mereka telah berjanji untuk selalu bersama, selamanya. Semoga Tuhan
menjawab doa sepasang kekasih tersebut.
-Tamat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar