Kirana berjalan dengan mantap melewati
koridor sekolah. SMA Bakti Nusa Jakarta adalah sekolah barunya, dan hari ini
adalah hari pertamanya untuk belajar di Sekolah itu. Dia melihat ke lapangan
olahraga, ada sekelompok siswa laki-laki yang sedang bermain basket sambil
menunggu bel masuk berbunyi. Kirana bergegas menuju ruang tata usaha untuk
menyelesaikan urusan administrasi dan pengambilan seragam, setelah selesai dia
bergegas menuju kantor kepala sekolah untuk pengambilan buku pelajaran dan
mendapatkan kelas.
“Baik Kirana, kelasmu ada di lantai dua, tangganya terletak dua ruang dari sini, ada di sebelah kantor guru.” Kata Pak Huda, sang kepala sekolah.
“Terima kasih pak atas instruksinya, saya permisi dulu.” Kata Kirana.
Dia bergegas keluar dari ruang kepala sekolah.
“Duuh berat banget bukunya.” Batinnya sambil membuka pintu.
“Baik Kirana, kelasmu ada di lantai dua, tangganya terletak dua ruang dari sini, ada di sebelah kantor guru.” Kata Pak Huda, sang kepala sekolah.
“Terima kasih pak atas instruksinya, saya permisi dulu.” Kata Kirana.
Dia bergegas keluar dari ruang kepala sekolah.
“Duuh berat banget bukunya.” Batinnya sambil membuka pintu.
Begitu keluar, tanpa diduga sebuah bola
basket melayang ke arahnya dan mengenai setumpuk buku yang baru ia dapat dari
kepala sekolah. Karena kaget, ia tidak bisa menjaga keseimbangan buku tersebut
yang kemudian langsung jatuh ke lantai. Seorang cowok bertubuh tinggi, berkulit
putih, dan tegap menghampiri Kirana.
“Ups…maaf aku nggak sengaja.” Kata cowok itu cuek, dia langsung mengambil bola basket yang ada di dekat Kirana, lalu kemudian melemparkan kepada teman-temannya yang berada di lapangan, tanpa memperdulikan Kirana.
“Heh kamu ngga hati-hati banget sih, bukanya minta maaf dan bantuin aku beresin buku ini malah cuek banget !” bentak Kirana.
“Kamu nyantai dong kalau ngomong, salah sendiri ngga hati-hati. Makanya kalau lihat ada bola ya menghindar dong, bukan diem aja.” Kata cowok itu dengan mimik tetap cuek.
“Udah ah, males aku ngurusin kamu.” Lanjutnya sambil berlari kembali kearah lapangan.
“Hei tunggu, urusan kita belum selesai !” teriak Kirana, Namun percuma, cowok itu sudah meninggalkannya.
“Ups…maaf aku nggak sengaja.” Kata cowok itu cuek, dia langsung mengambil bola basket yang ada di dekat Kirana, lalu kemudian melemparkan kepada teman-temannya yang berada di lapangan, tanpa memperdulikan Kirana.
“Heh kamu ngga hati-hati banget sih, bukanya minta maaf dan bantuin aku beresin buku ini malah cuek banget !” bentak Kirana.
“Kamu nyantai dong kalau ngomong, salah sendiri ngga hati-hati. Makanya kalau lihat ada bola ya menghindar dong, bukan diem aja.” Kata cowok itu dengan mimik tetap cuek.
“Udah ah, males aku ngurusin kamu.” Lanjutnya sambil berlari kembali kearah lapangan.
“Hei tunggu, urusan kita belum selesai !” teriak Kirana, Namun percuma, cowok itu sudah meninggalkannya.
Dengan sebal, Kirana membereskan
buku-bukunya itu.
“Maaf, bisa aku bantu ?” tiba-tiba seorang cewek datang dihadapannya dan langsung jongkok untuk membantu Kirana.
“Oh, ya kamu anak baru ya, seragam kamu beda sama kita soalnya, nama kamu siapa ?” kata cewek itu ramah, dia membantu membawa sebagian buku Kirana.
“Terima kasih ya. Aku murid pindahan dari Bandung, namaku Kirana, tapi panggil aja Kiran.” kata Kirana sambil berjabatan tangan dengan cewek itu.
“Kalau aku Nindya, panggil aja Nindy. Kelihatannya kamu kesel banget ya, kamu kelas berapa emang ?” tanya cewek bernama Nindy itu.
“Iya nih, tadi habis keluar dari kantor kepsek aku kena bola basket dari cowok nyebelin disana. Aku kelas XI IPA 4, ini mau ke kelas. “ Balas Kirana.
“Waah kalau gitu kita satu kelas, aku juga XI IPA 4, memang cowok yang mana sih ?” kata Nindy senang karena mendapat kawan baru, ia lalu celingukan kearah lapangan mencari cowok yang dimaksud Kirana.
“Itu yang tinggi, kulitnya putih, tampang sok cool banget.” Kata Kirana ketus.
“Oooh, namanya Rangga tuh, temen sekelas kita juga, dia jago banget main basket, cewek-cewek satu sekolah aja ngefans sama dia. Eeh kita ke kelas yuuk.” Kata Nindy.
“Jago darimana ? kalau jago pasti ngga bakalan dong lemparin bola asal gitu, mana ngga tanggung jawab lagi, nyebelin tuuh.” Kirana berbicara dengan penuh emosi.
“Hahaha ngga usah jutek gitu ran, nanti kamu bakal sekelas lho sama dia. “ kata Nindy.
Mereka sampai dikelas.
“Ran, kamu duduk di belakangku ya, masih kosong tuuh.”
“Maaf, bisa aku bantu ?” tiba-tiba seorang cewek datang dihadapannya dan langsung jongkok untuk membantu Kirana.
“Oh, ya kamu anak baru ya, seragam kamu beda sama kita soalnya, nama kamu siapa ?” kata cewek itu ramah, dia membantu membawa sebagian buku Kirana.
“Terima kasih ya. Aku murid pindahan dari Bandung, namaku Kirana, tapi panggil aja Kiran.” kata Kirana sambil berjabatan tangan dengan cewek itu.
“Kalau aku Nindya, panggil aja Nindy. Kelihatannya kamu kesel banget ya, kamu kelas berapa emang ?” tanya cewek bernama Nindy itu.
“Iya nih, tadi habis keluar dari kantor kepsek aku kena bola basket dari cowok nyebelin disana. Aku kelas XI IPA 4, ini mau ke kelas. “ Balas Kirana.
“Waah kalau gitu kita satu kelas, aku juga XI IPA 4, memang cowok yang mana sih ?” kata Nindy senang karena mendapat kawan baru, ia lalu celingukan kearah lapangan mencari cowok yang dimaksud Kirana.
“Itu yang tinggi, kulitnya putih, tampang sok cool banget.” Kata Kirana ketus.
“Oooh, namanya Rangga tuh, temen sekelas kita juga, dia jago banget main basket, cewek-cewek satu sekolah aja ngefans sama dia. Eeh kita ke kelas yuuk.” Kata Nindy.
“Jago darimana ? kalau jago pasti ngga bakalan dong lemparin bola asal gitu, mana ngga tanggung jawab lagi, nyebelin tuuh.” Kirana berbicara dengan penuh emosi.
“Hahaha ngga usah jutek gitu ran, nanti kamu bakal sekelas lho sama dia. “ kata Nindy.
Mereka sampai dikelas.
“Ran, kamu duduk di belakangku ya, masih kosong tuuh.”
Bel masuk berbunyi, anak-anak segera
masuk ke kelas, cowok bernama Rangga setengah kaget melihat Kirana ada di
kelasnya, namun ia tampat tidak peduli lalu berjalan ke bangkunya.
Siangnya, saat jam sekolah usai, Kirana
tidak bergegas pulang. Dia menuju lobby sekolah untuk menunggu mamanya datang menjemput. Tapi
setengah jam dia menunggu, mamanya tidak kunjung datang. Kirana kesal lalu
menelepon melalui HP .
“Halo Kiran, maaf mama masih dikantor, ada rapat mendadak, ini sudah sore kamu pulang naik bus saja ya, hati-hati sayang.” Tut…tut..tut.. belum sempat Kirana menjawab mamanya sudah menutup telepon.
“Duuh mama, lupa ya kalau ini hari pertama aku sekolah di Jakarta, mana ngerti jalanan coba, pulang naik bus yang mana aku nggak tau.” Kata Kirana setengah panik.
Tiba-tiba ia melihat Rangga datang sambil menenteng bola basket, sepertinya dia hendak pulang setelah selesai berlatih. Dengan gugup ia bertanya
“mmm..Rangga maaf ngganggu kamu, aku mau tanya kalau pulang ke Pondok Indah naik bus yang mana ya?” Rangga kaget lalu menoleh kearahnya.
“Duh plis aku jangan grogi gini dong.” Batin Kirana.
“Kalau ngga tau jalan ya jangan pulang sendiri, parah banget kamu. Jakarta nggak sama kaya Bandung tau. Bahaya. Apalagi kamu cewek. “ Kata Rangga ketus.
“Ehm..kamu kenapa sih ? ini kali kedua kita ketemu dan kamu masih saja cuek, aku kan cuma nanya. Kamu tau nggak ? kalau nggak ya bilang aja ngga tau, ngga usah marah-marah !” bentak Kirana,
ia menjadi jengkel setengah mati, tapi entah mengapa jantungnya juga berdegup kencang. Rangga menatapnya dengan tajam dan secara spontan menarik tangan Kirana, berjalan menuju gerbang sekolah.
“Duh sakit tau ngga!” bentak Kirana. Rangga tidak peduli. Begitu tiba di gerbang, barulah ia melepaskannya,
“Itu ada halte, kamu jalan sampai sana, lalu tunggu sampai ada bus datang. Bilang aja ke Pondok Indah, kalau bingung tinggal cari taksi.” Kata Rangga sambil menoleh sebentar, lalu berjalan pergi meninggalkan Kirana menuju parkiran kendaraan. Kirana diam tidak menyahut, ia bingung dengan watak Rangga.
“Duh mana busnya, taksi juga penuh terus daritadi.”kata Kirana jengkel yang sedari tadi menunggu di halte tetapi tidak satupun kendaraan umum yang datang. Ia hampir menangis. Ini sudah jam setengah empat sore.
“Halo Kiran, maaf mama masih dikantor, ada rapat mendadak, ini sudah sore kamu pulang naik bus saja ya, hati-hati sayang.” Tut…tut..tut.. belum sempat Kirana menjawab mamanya sudah menutup telepon.
“Duuh mama, lupa ya kalau ini hari pertama aku sekolah di Jakarta, mana ngerti jalanan coba, pulang naik bus yang mana aku nggak tau.” Kata Kirana setengah panik.
Tiba-tiba ia melihat Rangga datang sambil menenteng bola basket, sepertinya dia hendak pulang setelah selesai berlatih. Dengan gugup ia bertanya
“mmm..Rangga maaf ngganggu kamu, aku mau tanya kalau pulang ke Pondok Indah naik bus yang mana ya?” Rangga kaget lalu menoleh kearahnya.
“Duh plis aku jangan grogi gini dong.” Batin Kirana.
“Kalau ngga tau jalan ya jangan pulang sendiri, parah banget kamu. Jakarta nggak sama kaya Bandung tau. Bahaya. Apalagi kamu cewek. “ Kata Rangga ketus.
“Ehm..kamu kenapa sih ? ini kali kedua kita ketemu dan kamu masih saja cuek, aku kan cuma nanya. Kamu tau nggak ? kalau nggak ya bilang aja ngga tau, ngga usah marah-marah !” bentak Kirana,
ia menjadi jengkel setengah mati, tapi entah mengapa jantungnya juga berdegup kencang. Rangga menatapnya dengan tajam dan secara spontan menarik tangan Kirana, berjalan menuju gerbang sekolah.
“Duh sakit tau ngga!” bentak Kirana. Rangga tidak peduli. Begitu tiba di gerbang, barulah ia melepaskannya,
“Itu ada halte, kamu jalan sampai sana, lalu tunggu sampai ada bus datang. Bilang aja ke Pondok Indah, kalau bingung tinggal cari taksi.” Kata Rangga sambil menoleh sebentar, lalu berjalan pergi meninggalkan Kirana menuju parkiran kendaraan. Kirana diam tidak menyahut, ia bingung dengan watak Rangga.
“Duh mana busnya, taksi juga penuh terus daritadi.”kata Kirana jengkel yang sedari tadi menunggu di halte tetapi tidak satupun kendaraan umum yang datang. Ia hampir menangis. Ini sudah jam setengah empat sore.
Dari arah sekolah, muncul sebuah mobil
sedan berwarna hitam. Setelah sampai di hadapan Kirana, sedan itu berhenti.
“Ayo buruan masuk, udah sore.” Kata seseorang dalam mobil itu yang ternyata Rangga.
“Lho? Kamu daritadi juga belum pulang.” Kirana kaget, Rangga tidak peduli.
“Kamu kan belum dapet kendaraan umum, ayo naik, aku bisa antar kamu pulang.” Jawabnya. Kirana terheran dan segera masuk ke mobil bersama Rangga.
Ternyata benar, Rangga mengantarkan dia pulang.
“Makasih.” Kata Kirana sambil tersenyum pendek saat hendak keluar dari mobil yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Rangga.
“Ayo buruan masuk, udah sore.” Kata seseorang dalam mobil itu yang ternyata Rangga.
“Lho? Kamu daritadi juga belum pulang.” Kirana kaget, Rangga tidak peduli.
“Kamu kan belum dapet kendaraan umum, ayo naik, aku bisa antar kamu pulang.” Jawabnya. Kirana terheran dan segera masuk ke mobil bersama Rangga.
Ternyata benar, Rangga mengantarkan dia pulang.
“Makasih.” Kata Kirana sambil tersenyum pendek saat hendak keluar dari mobil yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Rangga.
Saat malam hari Kirana melancarkan
protes ke mamanya.
“Maaf sayang, mama juga lupa kamu belum tau jalan, lalu kamu bisa pulang bagaimana caranya ?” kata mama.
“Tadi ada teman yang ngantar aku pulang.” Kata Kirana.
“Waah hebat anak mama, sudah bisa mencari teman yang baik di hari pertama sekolah, kapan-kapan ajak main kesini.” Kata Mama senang
“Tapi aku sebal, dia orangnya sebenarnya baik, cuek banget, Ma.” Kata Kirana.
Mamanya hanya tersenyum, tidak melanjutkan perdebatan dengan Kirana.
“Maaf sayang, mama juga lupa kamu belum tau jalan, lalu kamu bisa pulang bagaimana caranya ?” kata mama.
“Tadi ada teman yang ngantar aku pulang.” Kata Kirana.
“Waah hebat anak mama, sudah bisa mencari teman yang baik di hari pertama sekolah, kapan-kapan ajak main kesini.” Kata Mama senang
“Tapi aku sebal, dia orangnya sebenarnya baik, cuek banget, Ma.” Kata Kirana.
Mamanya hanya tersenyum, tidak melanjutkan perdebatan dengan Kirana.
Paginya di kelas, Kirana menceritakan
kejadian kemarin kepada Nindy.
“Wah hebat banget kamu Ran, jarang banget Rangga yang ganteng dan keren itu mau nganter pulang cewek, bahkan menurutku ngga pernah ada cewek yang semobil sama dia.” Kata Nindy dengan berbinar.
“Dia itu baik, tapi cueknya engga ketulungan, jadi sebal aku sama dia.” Kata Kirana menanggapi perkataan sahabatnya yang berlebihan itu.
“Wah hebat banget kamu Ran, jarang banget Rangga yang ganteng dan keren itu mau nganter pulang cewek, bahkan menurutku ngga pernah ada cewek yang semobil sama dia.” Kata Nindy dengan berbinar.
“Dia itu baik, tapi cueknya engga ketulungan, jadi sebal aku sama dia.” Kata Kirana menanggapi perkataan sahabatnya yang berlebihan itu.
Mereka berdua terus bercerita sambil
berjalan di lorong sekolah, tanpa mereka sadari tiba-tiba ada cowok yang
berjalan dan menabrak Kirana
“aduuuh!” seru Kirana saat bahunya menyenggol agak keras dengan cowok itu.
“Eh, maaf aku nggak sengaja.” Kata cowok itu.
“Iya ngga apa-apa kok.” Kata Kirana.
“Maaf, boleh tau nama kamu ? sepertinya aku baru kali ini lihat kamu di sekolah.” Kata cowok itu sambil menyodorkan tangan.
“Namaku Kirana, XI IPA 4. Iya aku murid baru disini.” Jawab Kirana sambil meyambut tangan cowok itu.
“Oh, Kirana, kenalin aku Nicolas, panggil aja Nico. Kelas XI IPA 6.” Kata cowok bernama Nico itu. “Oh hai Nico, yaudah kita permisi dulu ya mau ke kelas.” Pamit Kirana.
“aduuuh!” seru Kirana saat bahunya menyenggol agak keras dengan cowok itu.
“Eh, maaf aku nggak sengaja.” Kata cowok itu.
“Iya ngga apa-apa kok.” Kata Kirana.
“Maaf, boleh tau nama kamu ? sepertinya aku baru kali ini lihat kamu di sekolah.” Kata cowok itu sambil menyodorkan tangan.
“Namaku Kirana, XI IPA 4. Iya aku murid baru disini.” Jawab Kirana sambil meyambut tangan cowok itu.
“Oh, Kirana, kenalin aku Nicolas, panggil aja Nico. Kelas XI IPA 6.” Kata cowok bernama Nico itu. “Oh hai Nico, yaudah kita permisi dulu ya mau ke kelas.” Pamit Kirana.
“Nico ngajak kenalan kamu kok mau sih?
Dia itu juga banyak yang suka, sama kaya Rangga.” Kata Nindy.
“Hah, memang kenapa? Dia ngajak kenalan, ya aku terima dengan baik, lumayan nambah temen.” balas Kirana.
Tanpa mereka sadari, Rangga memperhatikan tingkah Kirana dari luar kelas, ada sesuatu yang menggerus hatinya.
“Ternyata bener, Kirana mirip sekali dengan dia.” batinnya.
“Hah, memang kenapa? Dia ngajak kenalan, ya aku terima dengan baik, lumayan nambah temen.” balas Kirana.
Tanpa mereka sadari, Rangga memperhatikan tingkah Kirana dari luar kelas, ada sesuatu yang menggerus hatinya.
“Ternyata bener, Kirana mirip sekali dengan dia.” batinnya.
Saat pulang sekolah, Kirana berjalan
menuju halte bus, sendirian. Hari ini mamanya tidak bisa menjemput lagi. Belum
lama dia menunggu bus, Nico dengan sepeda motornya mendekat.
“ Ran, kamu pulang naik bus ? rumah kamu dimana sih?” Tanya Nico seraya turun dari motornya.
“Eh Nico, rumahku di Pondok Indah,” kata Kirana.
“Wah kalau begitu kita satu arah, kamu bareng aku aja, sudah mendung ini nanti hujan. Aku bawa dua helm.” Kata Nico.
“Wah, sama-sama Pondok Indah, oke kalau gitu, terimakasih Nic.” Kata Kirana.
Mobil Rangga mendekat
“Ran, pulang yuk, udah mendung.” Katanya sambil turun dari mobil.
“Kok kamu jadi baik banget sama aku, ngga dari kemarin aja, cuek terus.” Kata Kirana heran.
“tapi maaf, aku pulang sama Nico, kebetulan kita satu arah.” Lanjut Kirana menolak dengan halus. Kirana sempat melambaikan tangan sebelum mereka melesat pergi.
Rangga terdiam, Hatinya semakin tergerus oleh perasaan yang tidak menentu.
“ Ran, kamu pulang naik bus ? rumah kamu dimana sih?” Tanya Nico seraya turun dari motornya.
“Eh Nico, rumahku di Pondok Indah,” kata Kirana.
“Wah kalau begitu kita satu arah, kamu bareng aku aja, sudah mendung ini nanti hujan. Aku bawa dua helm.” Kata Nico.
“Wah, sama-sama Pondok Indah, oke kalau gitu, terimakasih Nic.” Kata Kirana.
Mobil Rangga mendekat
“Ran, pulang yuk, udah mendung.” Katanya sambil turun dari mobil.
“Kok kamu jadi baik banget sama aku, ngga dari kemarin aja, cuek terus.” Kata Kirana heran.
“tapi maaf, aku pulang sama Nico, kebetulan kita satu arah.” Lanjut Kirana menolak dengan halus. Kirana sempat melambaikan tangan sebelum mereka melesat pergi.
Rangga terdiam, Hatinya semakin tergerus oleh perasaan yang tidak menentu.
Semakin hari, Kirana dan Nico tampak
begitu akrab. Mereka sering pulang sekolah bersama. Kadangkala mampir dulu ke toko
buku, toko kaset, atau sekedar berjalan-jalan di mall. Rangga yang tidak
mempunyai hubungan apa-apa terlihat tidak suka dan sinis melihat hubungan mereka
berdua. Hal tersebut terlihat dari raut muka dan sorot mata yang tajam. Kirana
menyadari hal tersebut setiap berada di dalam kelas, namun ia tidak mengetahui
apa maksudnya. Ia menganggap itu memang watak Rangga yang bersikap cuek dan
sinis. Tidak heran banyak cewek-cewek terutama teman sekelasnya senang menggoda
Rangga atau sekedar berkata basa-basi yang hanya ditanggapi anggukan olehnya,
cewek-cewek banyak yang mengejar Rangga dan histeris saat Rangga bermain basket
atau seksedar lewat di hadapan mereka. Dari sekian banyak cewek yang bersikap
manja, hanya Kirana yang tidak terpengaruh dan selalu bersikap biasa saja. Dia
tidak menunjukkan kepedulian terhadap perangai teman-temannya yang lain. Kirana
hanya dekat dengan Nindy dan Nico, dua teman yang mengajaknya berkenalan paling
pertama di sekolah. Ternyata dibalik semua itu Rangga menyimpan perasaan lain
terhadap Kirana, perasaan yang berbeda.
Akhirnya, setelah beberapa bulan,
terdengar kabar bahwa Kirana dan Nico jadian.
“Wah, selamat ya Ran, langgeng sama Nico. Kalian cocok banget.” Kata Nindy senang yang dibalas senyum lebar dari Kirana.
“Wah, selamat ya Ran, langgeng sama Nico. Kalian cocok banget.” Kata Nindy senang yang dibalas senyum lebar dari Kirana.
Saat jam istirahat, Kirana pergi ke
perpustakaan. Saat selesai memilih buku, ia duduk di kursi. Tanpa ia sadari,
Rangga ternyata duduk di sampingnya. Ia terlihat asyik membaca buku kumpulan
puisi Kahlil Gibran.
“Wah, ternyata cowok secuek dia seneng berpuisi juga.” Kata Kirana yang melirik bacaan Rangga sambil tertawa kecil.
“Kenapa kamu lihat-lihat? Mau baca ini juga?” tegur Rangga yang sadar diperhatikan.
Kirana kaget
“eh enggak, bacaan kamu bagus kok, puitis.” Katanya. Mereka terdiam, lalu melanjutkan membaca.
“Aku dengar, kamu punya pacar sekarang.” Kata Rangga sambil meletakkan bukunya. Kirana yang sedang asyik pun berhenti membaca sambil menatap Rangga.
“Iya, dari mana kamu tau? Dan nggak ada hubungannya sama kamu kan.” Kata Kirana. “teman se-tim basketku satu kelas dengan Nico. Selamat ya. Nggak nyangka ternyata kamu orangnya gampang jatuh cinta.” Jawab Rangga.
“Maksud kamu apa sih? Kelihatannya sinis banget, aku sudah cukup lama kok dekat dengan Nico sejak pertama kali sekolah disini. Aku orangnya ngga gampang jatuh cinta, tapi aku menilai seseorang itu dari hati, bukan dari fisik saja !” Jawab Kirana dengan nada meninggi,
ia heran dengan watak Rangga.
“Kamu dulu baik sama aku, oke aku terima, cuek juga oke aku biasa aja. Kamu maunya apa lagi sih Ngga. Sejak pertama kenal, kamu belum pernah membuat aku senang berteman dengan kamu.”Lanjutnya.
“Karena aku selektif, enggak asal-asalan. Kamu itu beda.” Balas Rangga seraya pergi meninggalkan Kirana.
Dia terbengong-bengong mendengar Rangga barusan. Apa maksudnya beda ?
“Woi Kiran, maaf lama aku tadi masih dikelas ngerjain tugas Biologi.”kata Nico tiba-tiba lalu duduk di sebelahnya.
“Iya ngga apa-apa kok.” Kata Kirana pendek, masih memikirkan perkataan Rangga. Di luar perpustakaan, Rangga masih memperhatikan Kirana.
“Wah, ternyata cowok secuek dia seneng berpuisi juga.” Kata Kirana yang melirik bacaan Rangga sambil tertawa kecil.
“Kenapa kamu lihat-lihat? Mau baca ini juga?” tegur Rangga yang sadar diperhatikan.
Kirana kaget
“eh enggak, bacaan kamu bagus kok, puitis.” Katanya. Mereka terdiam, lalu melanjutkan membaca.
“Aku dengar, kamu punya pacar sekarang.” Kata Rangga sambil meletakkan bukunya. Kirana yang sedang asyik pun berhenti membaca sambil menatap Rangga.
“Iya, dari mana kamu tau? Dan nggak ada hubungannya sama kamu kan.” Kata Kirana. “teman se-tim basketku satu kelas dengan Nico. Selamat ya. Nggak nyangka ternyata kamu orangnya gampang jatuh cinta.” Jawab Rangga.
“Maksud kamu apa sih? Kelihatannya sinis banget, aku sudah cukup lama kok dekat dengan Nico sejak pertama kali sekolah disini. Aku orangnya ngga gampang jatuh cinta, tapi aku menilai seseorang itu dari hati, bukan dari fisik saja !” Jawab Kirana dengan nada meninggi,
ia heran dengan watak Rangga.
“Kamu dulu baik sama aku, oke aku terima, cuek juga oke aku biasa aja. Kamu maunya apa lagi sih Ngga. Sejak pertama kenal, kamu belum pernah membuat aku senang berteman dengan kamu.”Lanjutnya.
“Karena aku selektif, enggak asal-asalan. Kamu itu beda.” Balas Rangga seraya pergi meninggalkan Kirana.
Dia terbengong-bengong mendengar Rangga barusan. Apa maksudnya beda ?
“Woi Kiran, maaf lama aku tadi masih dikelas ngerjain tugas Biologi.”kata Nico tiba-tiba lalu duduk di sebelahnya.
“Iya ngga apa-apa kok.” Kata Kirana pendek, masih memikirkan perkataan Rangga. Di luar perpustakaan, Rangga masih memperhatikan Kirana.
“Aku heran banget Nin sama Rangga, apa
maksudnya dia berkata kaya gitu ke aku.” Kata Kirana seusai menceritakan
kejadian tadi di perpustakaan.
“Jangan-jangan Rangga suka sama kamu. Kamu tau kan Ran banyak cewek yang mengejar Rangga tapi tidak pernah dapat tanggapan. Sedangkan kamu? Dekat aja enggak tapi Rangga bisa ngomong seperti itu ke kamu.” Kata Nindy panjang lebar.
“hah? Ngga mungkinlah, Rangga itu orangnya cuek banget ke semua orang, terutama cewek, seperti ngga bisa jatuh cinta.” Balas Kirana.
“Belum tentu Ran, kamu juga ngga ngerti kenapa maksud Rangga menyebut kamu itu beda. Bisa jadi itu alasannya.” Kata Nindy sambil memegang bahu sahabatnya itu, membuat Kirana makin tidak paham.
“Atau jangan-jangan kamu juga suka sama Rangga ? buktinya kamu nanyain terus apa maksud Rangga tadi.” Lanjut Nindy yang dibalas pukulan bahu oleh Kirana.
Namun ia tidak dapat berhenti memikirkan perkataan itu. Segera Kirana sadar bahwa kini ia sudah memiliki Nico, bukan yang lain.
“Jangan-jangan Rangga suka sama kamu. Kamu tau kan Ran banyak cewek yang mengejar Rangga tapi tidak pernah dapat tanggapan. Sedangkan kamu? Dekat aja enggak tapi Rangga bisa ngomong seperti itu ke kamu.” Kata Nindy panjang lebar.
“hah? Ngga mungkinlah, Rangga itu orangnya cuek banget ke semua orang, terutama cewek, seperti ngga bisa jatuh cinta.” Balas Kirana.
“Belum tentu Ran, kamu juga ngga ngerti kenapa maksud Rangga menyebut kamu itu beda. Bisa jadi itu alasannya.” Kata Nindy sambil memegang bahu sahabatnya itu, membuat Kirana makin tidak paham.
“Atau jangan-jangan kamu juga suka sama Rangga ? buktinya kamu nanyain terus apa maksud Rangga tadi.” Lanjut Nindy yang dibalas pukulan bahu oleh Kirana.
Namun ia tidak dapat berhenti memikirkan perkataan itu. Segera Kirana sadar bahwa kini ia sudah memiliki Nico, bukan yang lain.
Begitu pulang sekolah, Kirana menunggu
Nico di depan kelas. Seperti biasa, mereka akan pulang bersama. Tetapi
tiba-tiba saat sedang asyik menuggu, Kirana mendapat SMS dari Nico yang
memberitahukan ia tidak dapat mengantarkan Kirana pulang karena kelasnya ada
jam tambahan Biologi sampai sore. Kirana bergumam, “Duuh ribet banget Pak
Hasan, sedikit-sedikit ngasih PR, sedikit-sedikit ngadain jam tambahan.”
Katanya mengomentari guru Biologi di kelas Nico. Setelah membalas SMS Nico,
Kirana beranjak untuk pulang. Ia berencana untuk naik bus. Baru saja melangkah
keluar sekolah, ia dicegat oleh mobil Rangga.
Bersambung....
Bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar